Home
Aktifitas
Arus Hayat
Arus Hayat Radio
Hubungi Kami
Artikel Terbaru
Firman Hayat Itu
Allah Yang Mahamulia
Yesus Kristus Sang Batu-Penyelamat
PENGHIBUR DAN KEDAMAIAN HAYAT
Kepergian-Nya adalah Kedatangan-Nya
Teladan Tuhan
Menghasilkan Banyak Buah
Tuhan, Marilah dan Lihatlah
Peringatan Akan Hari Itu
Ahli-Ahli Taurat dan Janda Yang Miskin
Memperingati Tuhan sampai Dia datang kembali
Tinjauan Alkitab tentang perayaan natal
Sejarah di balik perayaan natal
Buanglah ragi yang lama itu!
Pemuliaan
Sejarah di balik perayaan natal

        Ketika Tuhan Yesus terangkat ke surga, Dia menjadi Tuhan dan Kristus, Raja di atas segala raja yang berkuasa atas segala raja, pemerintahan, kekuasaan, dan nama, baik di surga maupun di bumi (Kis. 2:36; Ef. 1:20-22). Dengan kekuasaan dan kedaulatan-Nya ini, Tuhan Yesus mengatur segala situasi di kekaisaran Roma pada masa itu bagi penyebaran Injil Allah sehingga manusia dapat diselamatkan dan menjadi gereja-Nya. Tuhan Yesus secara khusus mempersiapkan kekaisaran Roma bagi penyebaran Injil Allah.


        Musuh Allah, yaitu Satan mulai melakukan serangan untuk menghambat penyebaran Injil dan menghancurkan gereja melalui segala cara. Pada masa gereja sebermula selama sedikitnya 300 tahun, Iblis memakai kekaisaran Romawi untuk menganiaya dan menghancurkan gereja. Di dalam Wahyu 2:8-11, gereja di Smirna mengalami penganiayaan yang berat selama 3 abad pada kekaisaran Romawi.


        Namun Tuhan Yesus mulai menggenapi firman-Nya di dalam Kisah Para Rasul 1:8  “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.” Gereja semakin dianiaya semakin berkembang. Orang Kristen semakin dimusnahkan semakin bertambah banyak. Penyebaran Injil semakin dihalangi semakin menyebar. Karena itulah musuh Allah, Satan, mengubah strateginya untuk menghancurkan gereja, yaitu melalui mencampuradukkan hal-hal dunia, agama penyembahan berhala, dosa, kepalsuan, dan sebagainya ke dalam gereja Allah yang kudus, rohani, dan surgawi. Strateginya ini dapat dilihat di dalam Wahyu 2:13-15.


        Mengikuti contoh ayahnya dan para kaisar di awal abad ke-3, Konstantinus adalah penganut aliran penyembahan matahari, yang mempercayai bahwa dewa matahari bangsa Roma, adalah perwujudan yang terlihat dari “Allah Mahatinggi” (summus dues) yang tidak terlihat, yang adalah kepala dibalik alam semesta. Mereka diajarkan bahwa dewa ini adalah rekan pada kaisar. Konstantinus setia pada kepercayaan ini karena pada tahun 310 dia berkata bahwa dia melihat dewa matahari ini. Namun pada tahun 312 Masehi dilaporkan bahwa suatu malam ketika sedang bertempur melawan musuhnya, Maxentius, di Italia, Konstantinus bermimpi bahwa Kristus menampakkan diri kepadanya dan memberitahu dia untuk menuliskan 2 huruf pertama dari nama Kristus ( X [chi] P [rho] di dalam bahasa Yunani ) pada perisai pasukannya. Pada hari berikutnya dia berkata telah melihat sebuah salib dituliskan pada matahari dan kata-kata “di dalam tanda ini kamu akan menang” (biasanya dituliskan dalam bahasa Latin, in hoc signo vinces). Maka Konstantinus yang tadinya adalah seorang penyembah matahari, mengakhiri penganiayaan pada orang Kristen, dan pada tahun 313 melalui the Edict of Milan, Kekaisaran Romawi menerima kekristenan dan memberikan hak dan dukungan dana kepada gereja.


        Melalui Konstantinus, gereja menikah dengan kekaisaran Roma (dunia). Posisi orang Kristen berubah dari penganiayaan yang intensif menjadi sangat nyaman. “Profesi orang Kristen menjadi jalan yang pasti menuju kehormatan dan kekayaan, semua orang di kelas dan posisi, entah mereka percaya kepada Tuhan atau tidak, boleh dibaptis.” Kaisar menjanjikan pakaian putih dan 20 keping emas, kepada mereka yang baru dibaptis dari kelas yang miskin. Dalam setahun, di Roma ada 12.000 laki-laki, belum termasuk perempuan dan anak-anak, yang dibaptis. Namun pada saat yang bersamaan, Konstantinus menjabat sebagai kepala gereja dan imam besar (pontifex maximus) dari agama yang menyembah dewa matahari. Dan dia baru dibaptis menjelang kematiannya.


        Pada jaman Konstantinus inilah perayaan natal tanggal 25 Desember tercatat di kalender Romawi kuno (The Philocalian Calender) pertama kali dilakukan, yaitu pada tahun 336 Masehi. Konstantinus meninggal pada tahun 337 Masehi. Pemakaian tanggal 25 Desember mulai diperkenalkan oleh Paus Liberius pada tahun 354 dan peraturan di negara-negara Barat pada tahun 435 ketika Natal yang pertama kali diresmikan oleh Paus Sixtus III. Dasar pemikiran pemilihan 25 Desember sebagai hari natal salah satunya adalah seperti yang ditulis oleh seorang penulis Roma Katolik, Mario Righetti, mengakui bahwa pemilihan 25 Desember adalah untuk “mempermudah penerimaan kepercayaan dari rakyat yang menyembah berhala, Gereja Roma menemukan caranya yaitu menetapkan 25 Desember sebagai perayaan kelahiran Kristus untuk mengalihkan mereka dari perayaan penyembah berhala, perayaan pada hari yang sama untuk menghormati 'Matahari yang tak terkalahkan' agama Mitras, penakluk kegelapan”.  


        Selama berabad-abad, setiap tahun bangsa Roma memperingati Saturn, dewa kesuburan (pertanian) di dalam perayaan yang disebut Saturnalia. Perayaan ini dimulai pada tanggal 17 Desember dan berlangsung selama 7 hari dan termasuk merayakan winter solstice (titik balik matahari), yang biasanya terjadi sekitar 25 Desember pada kalender “the ancient Julian”. Selama perayaan Saturnalia, bangsa Roma berpesta pora, menghentikan seluruh kegiatan usaha dan peperangan, saling tukar menukar hadiah, dan membebaskan budaknya untuk sementara waktu. Kebanyakan bangsa Roma juga merayakan hari yang lebih panjang yang mengikuti the winter solstice dengan berpartisipasi di dalam acara ritual untuk memuliakan Mithra, dewa terang bangsa Persia kuno. Perayaan-perayaan musim dingin terus berlanjut melalui 1 Januari. Gereja pada waktu itu memilih 25 Desember sebagai satu hari untuk Perayaan Kelahiran (the Feast of Nativity) untuk memberikan kepada orang-orang Kristen suatu kesempatan tetap mengadakan acara ritual penyembahan berhala. Sebagai contoh, Gereja menggantikan festival menghormati kelahiran Mithra, dewa terang, dengan festival menghormati kelahiran Yesus, yang disebut oleh Alkitab sebagai terang dunia. Gereja Katolik pada waktu itu berharap dapat menarik orang-orang yang menyembah berhala ke dalam agama mereka dengan mengijinkan mereka untuk melanjutkan pesta pora mereka pada saat yang bersamaan menghormati kelahiran Yesus.


        Strategi ini pada satu sisi memudahkan para penyembah berhala berpaling pada kepercayaan Kristen, tetapi pada sisi lain, “gereja” menjadi tercampur aduk dengan praktek, tradisi, kepercayaan, perayaan penyembah-penyembah berhala. Akibatnya, sejak jaman Konstantinus, bahkan sampai sekarang, gereja diluaran kelihatannya berkembang menjadi besar dan nyaman tetapi sebenarnya hakiki gereja telah dirusak. Inilah strategi musuh Allah untuk merusak gereja.
 

Referensi: (1) Situasi Dunia dan Pergerakan Allah, Witness Lee; (2) Ortodoksi Gereja, Watchman Nee; (3) 1983 edition, Oxford University Press, New York, 1983, p. 280, "Christmas"; (4) Manual of Liturgical History, 1955, Vol. 2, p. 67

Sebarkan ke:
< Back
Artikel Terbaru