Home
Aktifitas
Arus Hayat
Arus Hayat Radio
Hubungi Kami
Artikel Terbaru
Firman Hayat Itu
Allah Yang Mahamulia
Yesus Kristus Sang Batu-Penyelamat
PENGHIBUR DAN KEDAMAIAN HAYAT
Kepergian-Nya adalah Kedatangan-Nya
Teladan Tuhan
Menghasilkan Banyak Buah
Tuhan, Marilah dan Lihatlah
Peringatan Akan Hari Itu
Ahli-Ahli Taurat dan Janda Yang Miskin
Memperingati Tuhan sampai Dia datang kembali
Tinjauan Alkitab tentang perayaan natal
Sejarah di balik perayaan natal
Buanglah ragi yang lama itu!
Pemuliaan
Memperingati Tuhan sampai Dia datang kembali

A. Memperingati Tuhan

  1. “Tuhan Yesus . . . mengambil roti . . . memecah-mecahkannya dan berkata, . . . perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!” (1 Kor. 11:23-24).

           Kita datang memecahkan roti bukan untuk mendengarkan khotbah menerima pembinaan, melainkan untuk memperingati Tuhan. Sebab itu, sifat sidang pemecahan roti berbeda dengan sifat sidang yang lainnya. Sidang-sidang yang lain berintikan berdoa, mendengar­kan khotbah, penganjuran atau kesaksian, semuanya supaya kita mendapatkan sesuatu; tetapi sidang pemecahan roti berintikan memperingati Tuhan, supaya Tuhan mendapatkan sesuatu. Sebab itu, dalam sidang pemecahan roti, baik me­nyanyi, berdoa (doa bersyukur atau memuji), membaca Alki­tab atau persekutuan menurut gerakan roh, semuanya harus berintikan Tuhan, membicarakan pesona atau pekerjaan Tuhan, kasih sayang dan kebajikan Tuhan, kehidupan dan penderita­an Tuhan di bumi, atau hormat dan kemuliaan Tuhan di surga, supaya orang memikirkan atau nampak hal-hal ini, dengannya memperingati diri Tuhan. Dalam sidang pemecahan roti, se­gala aktivitas seharusnya membawa pikiran dan suasana hati orang kepada diri Tuhan, supaya orang memikirkan atau nam­pak Tuhan, dan mempersembahkan syukur, puji-pujian, sem­bah sujud, atau kasih sayang kepada Tuhan. Dalam sidang semacam ini, kita tidak seharusnya mempunyai aktivitas apa pun yang mengganggu pikiran dan suasana hati orang se­hingga batin orang tidak bisa terarah kepada Tuhan, sehingga pikiran dan suasana hati orang tidak bisa berkonsentrasi pada diri Tuhan.

           Dalam sidang pemecahan roti, ketika kita melihat atau menerima roti yang kita pecah-pecahkan, seharusnya teringat bagaimana Tuhan berinkarnasi bagi kita, bagaimana di dalam tubuh daging mati bagi kita, bagaimana memecah-mecahkan tubuh-Nya bagi kita dan membagikan kepada kita, supaya kita mendapatkan hayat-Nya. Ketika kita nampak roti itu, atau me­nerima roti untuk dipecahkan, seharusnya teringat roti itu ter­buat dari gandum; gandum itu telah mengalami terik panas matahari dan terpaan angin, telah digiling menjadi tepung dan dipanggang menjadi roti yang dapat kita pecah-pecahkan; ter­akhir masih kita pecah-pecahkan sehingga menjadi bagian yang dapat kita nikmati. Kesemuanya ini adalah lambang, me­nyatakan pengalaman yang Tuhan lalui, supaya hayat yang ada di dalam-Nya bisa menjadi bagian kita. Di depan roti Tuhan, kita seharusnya hanya memikir­kan Tuhan dan segala sesuatu yang Tuhan kerjakan bagi kita, tidak seharusnya memikirkan diri kita, ka­rena di sana kita adalah memperingati Tuhan.
     
  2. “Ia mengambil cawan, . . . perbuatlah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!” (1 Kor. 11:25).

           Dalam sidang pemecahan roti, tidak saja ketika kita nam­pak atau menerima roti seharusnya ingat akan Tuhan dan apa yang telah Tuhan lakukan untuk kita. Ketika kita nampak cawan itu, atau menerima cawan itu untuk diminum, seharusnya ingat Tuhan bagaimana bagi kita “juga menjadi sama dengan mereka (anak-anak dari darah dan daging)” (Ibr. 2:14), bagaimana mengorbankan tubuh-Nya untuk kita supaya kita mendapatkan hayat-Nya, dan berdarah bagi kita supaya kita mendapatkan berkat yang tak ada taranya itu, yaitu terlepas dari dosa dan mendapatkan Allah serta se­gala sesuatu Allah.

           Kita seharusnya ingat cawan yang kita minum terbuat dari sari anggur, yang teralir dari buah-buah anggur yang dipe­ras. Kita seharusnya berdasarkan makna dari lambang ini ter­ingat bagaimana Tuhan ditekan oleh Allah, bagaimana me­nanggung dosa kita, menjadi dosa karena kita, menggantikan kita menerima penghuku-man, menerima kutukan, mengalirkan darah-Nya untuk menjadi cawan berkat kita, menjadi warisan berkat kita. Kita juga seharusnya ingat akan darah Tuhan ba­gaimana membuat kita mendapatkan penebusan, mendapat­kan pengampunan dosa, menjadi kudus, mendapat-kan pembe­naran, berdamai dengan Allah, diperkenan Allah; bagaimana mencuci bersih dosa kita, mencuci hati nurani kita, supaya hati nurani kita tidak menuduh kita lagi, supaya kita bisa dengan leluasa datang mendekati Allah; bagaimana bagi kita Tuhan menentang serangan dari roh jahat, supaya kita menga­lahkan Iblis yang menuduh kita.

           Di hadapan cawan Tuhan, kita seharusnya hanya ingat akan kasih Tuhan bagi kita, penderitaan penumpahan darah Tuhan bagi kita, dan segala sesuatu yang dirampungkan bagi kita oleh penumpahan darah Tuhan; kita tidak seharusnya ingat akan dosa dan kesalahan kita, karena kita telah nampak darah Tuhan, yang dinyatakan oleh cawan yang kita minum, maka tidak seharusnya memikirkan dosa kita.
     

B. Menikmati Tuhan

  1. “Yesus mengambil roti, . . . memecah-mecahkan­nya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata, 'Ambillah, makanlah'”; “Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuat­lah ini menjadi peringatan akan Aku”; “Sesudah itu Ia mengambil cawan, . . . lalu memberikan­nya kepada mereka dan berkata, 'Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah da­rah-Ku yang ditumpahkan bagi kamu'”; “Perbuat­lah ini, setiap kali kamu meminumnya, menjadi peringatan akan Aku!” (Mat. 26:26-28; Luk. 22:19-20; 1 Kor. 11:24-25).

           Meskipun inti pemecahan roti adalah memperingati Tuhan, tetapi peringatan ini bukan hanya merenungkan Tuhan dan segala sesuatu yang Tuhan kerjakan bagi kita, lebih-lebih ada­lah menikmati Tuhan dan segala sesuatu yang Tuhan kerjakan untuk kita. Tuhan berkata bahwa kita memakan roti-Nya, dan meminum cawan-Nya, menjadi peringatan akan Dia. Roti-Nya dan cawan-Nya mengacu kepada tubuh dan darah-Nya. Sebab itu, kita memakan roti-Nya, dan meminum cawan-Nya, adalah memakan tubuh-Nya, meminum darah-Nya. Tubuh-Nya dan darah-Nya adalah diri-Nya yang dikorbankan untuk kita, juga sarana-Nya untuk merampungkan segala sesuatu untuk kita. Lagi pula, makan dan minum bukan saja menerima, juga sua­tu kenikmatan. Sebab itu, kita makan tubuh Tuhan dan minum darah Tuhan, tidak saja menerima, juga menikmati diri Tuhan dan segala sesuatu yang Tuhan rampungkan bagi kita oleh pengorbanan tubuh dan penumpahan darah-Nya. Dengan demi­kian kita menerima, menikmati Tuhan, dan segala sesuatu yang Tuhan rampungkan bagi kita oleh pengorbanan dan penumpahan darah-Nya, inilah memperingati Tuhan. Sebab itu, peringatan dalam pemecahan roti bukan bersifat obyektif, me­lainkan bersifat subyektif; bukan memperingati Tuhan yang berada di luar diri kita, yang berjauhan dengan kita, melainkan memperingati Tuhan yang kita terima ke dalam kita, yang menjadi kenikmatan kita.

           Sebab itu, setiap kali kita memecahkan roti memperingati Tuhan, tidak saja dengan hati yang tenang merenungkan persona Tuhan dan karya Tuhan, juga mempersembahkan puji-pujian dan ucapan syukur kepada-Nya, dengan roh yang terbuka menerima Tuhan dan segala sesuatu-Nya menjadi kenikmatan batin kita. Semakin kita menikmati Tuhan, semakin mempe­ringati-Nya. Makna sejati memperingati Tuhan adalah menik­mati Tuhan. Ketika kita memecahkan roti, di dalam kita mene­rima Tuhan dan segala yang Tuhan kerjakan bagi kita sebagai kenikmatan kita, demikian baru merupakan peringatan yang sejati.
     
  2. “Sampai Ia datang” (1 Kor. 11:26).

           Ketika kita memecahkan roti, tidak saja melakukan pe­ringatan, peragaan, juga mengharap. Kita memperingati diri Tuhan, menikmati diri Tuhan; memperagakan kematian Tuhan, memamerkan kematian Tuhan; dan mengharap, menantikan kedatangan Tuhan yang kedua kalinya. Ketika ikut pemecahan roti, kita seharusnya sambil mempe­ringati Tuhan, bersentuhan dengan Tuhan, juga menatap pada kematian Tuhan, dan mengharap kedatangan Tuhan yang ke­dua kalinya. Karena Dia sudah meninggalkan kita dan pergi ke surga, maka kita harus memperingati-Nya. Tetapi Ia berjanji akan datang kembali dari surga untuk menjemput kita, sebab itu kita harus menantikan kedatangan-Nya. Meskipun Dia sekarang di dalam roh, di dalam kita, berserta dengan kita se­cara tidak kelihatan, tetapi penyertaan yang berwujud yang tertam-pak di luar kita, harus menunggu sampai kedatangan-Nya yang kedua kalinya.
Sebarkan ke:
< Back
Artikel Terbaru